Iklan Blogger

Rabu, 01 Februari 2017

TENTANG ALLAH MENYESATKAN MANUSIA..

Pernyataan Al-Qur’an ini sangat jelas, bahwa kesesatan yang dialami manusia merupakan ‘hasil kerja’ Allah sendiri yang memang mengehendaki manusia tersebut tersesat, dan ketika Dia sudah menyesatkan manusia, maka tidak ada kekuasaan apapun yang mampu memberikan pertunjuk agar manusia tersebut bisa diselamatkan. Menanggapi soal ini, biasanya non-Muslim akan langsung bereaksi :”Tuhan seperti apa yang telah membuat manusia tersesat..??”, lalu mulai ‘berpromosi’ untuk mengajukan alternatif konsep ketuhanan mereka dengan menyatakan :”Tuhan kami Maha Kasih, Dia selalu mengharapkan agar manusia yang tersesat untuk kembali, bahkan Dia mau mengorbankan diri untuk itu. Tuhan yang benar adalah Tuhan yang menyelamatkan ketika tahu ada manusia yang tersesat, bukan malah mempergunakan kekuasaan dan kehendak-Nya untuk menyesatkan manusia..”.

Sampai disini logikanya terkesan benar, namun terbentur kepada satu pertanyaan :”Kalau bukan atas dasar kehendak dan kuasa Tuhan, lalu atas kuasa siapa seseorang bisa menjadi tersesat..?? atas kehendak siapa seorang manusia bisa tersesat..?? Apakah ada kekuasaan dan kehendak diluar kuasa dan kehendak Tuhan yang mempunyai kemampuan untuk itu..??”.


Kalau dikatakan kesesatan seseorang diakibatkan oleh kehendaknya dan kuasanya sendiri, maka ini bertentangan dengan fakta, bahwa bisa terjadi seseorang yang telah berusaha untuk menyesatkan dirinya namun atas kuasa dan kehendak Allah, dia tetap tidak akan tersesat. Kalau dikatakan kesesatan manusia tersebut merupakan kehendak dan kuasa syaitan dan Iblis, maka apabila Tuhan berkehendak agar manusia tersebut tidak tersesat, kuasa dan kehendak syaitan dan Iblis tidak akan bisa direalisasikan. Ini adalah pikiran yang masuk akal dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 

Pernyataan bahwa Tuhan adalah sesuatu yang menginginkan hamba-Nya untuk selamat dan tidak tersesat, itu sebenarnya juga ada dalam konsep Islam, bahwa Allah selalu menanti hamba-hamba-Nya agar kembali kepada-Nya : 

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. 
(Hud: 90) 

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.. 
(At-Tahrim: 8) 

Melalui Al-Qur’an, Allah menyuruh agar manusia mau kembali kepada-Nya, menyelamatkan diri dari kesesatan yang selama ini dijalani. Allah menyatakan diri-Nya sangat terbuka untuk menerima taubat. Bahkan dalam hadits qudsi dikatakan : 

“Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan.” (HR. Tirmidzi) 

Islam mengajarkan bahwa kehendak dan kuasa Allah dalam konteks kesesatan manusia berbeda dengan keinginan Allah. Keinginan Allah datang dari diri-Nya sendiri, bahwa Dia menginginkan semua manusia selamat dan tidak tersesat, bahkan Dia menyatakan diri-Nya sangat berharap dan terbuka untuk menerima hamba-hamba yang ingin kembali, menghapus dosa mereka dan tidak mengingat-ingat lagi kemaksiatan yang pernah dilakukan.

Sedangkan kuasa dan kehendak-Nya selalu berdasarkan ‘input’ yang datang dari manusia itu sendiri. Kalau kita simak ayat-ayat Al-Qur’an tentang pernyataan ‘Allah menyesatkan orang yang dikehendaki-Nya’, maka ini selalu merupakan ‘muara’ dari suatu kalimat panjang yang sebelum atau sesudahnya menyatakan kondisi manusia yang telah ‘menyediakan diri’ untuk disesatkan Allah.

Kemudian muncul pertanyaan lanjutan :”Lalu bagaimana fungsi dan peranan Iblis dan syaitan dalam kesesatan manusia..??”. Menarik apa yang disampaikan secara terang-benderang dalam Al-Qur’an.

Pertama, jelas dinyatakan bahwa Iblis tersesat karena memang atas keputusan dari Allah, artinya juga otomatis berdasarkan kekuasaan, kehendak dan ijin Allah, sama seperti apa yang disampaikan Allah kepada manusia, keputusan Allah tersebut merupakan akibat dari perbuatan Iblis sendiri yang telah membangkang perintah Allah karena kesombongannya.

Ternyata disini Iblis sama sekali tidak menyalahkan Allah, tidak ada suatu pernyataan Iblis : “Saya khan tidak punya kuasa apa-apa, jadi kalau saya telah berbuat kesesatan itu memang karena Engkau telah menciptakan saya punya potensi untuk berbuat demikian, saya tersesat bukan atas kehendak saya sendiri”, Iblis ternyata lebih cerdas dari kebanyakan manusia dan memahami bahwa kebebasan untuk memilih yang ditanamkan Allah dalam dirinya mengakibatkan konsekuensi dari pilihan tersebut akan ditanggung sendiri.

Kedua, jelas dinyatakan bahwa sekalipun Iblis diberi ijin untuk menyesatkan manusia, namun IBLIS TIDAK DIBERIKAN KEKUASAAN UNTUK MENYESATKAN MANUSIA, dalam arti kesesatan yang terjadi bukan didasari kuasa, kehendak atau ijin Iblis, tapi merupakan sesuatu yang datang dari Allah. Iblis atau syaitan hanya berperan untuk mempengaruhi dan mendorong agar manusia melakukan perbuatan yang kemudian mendasari keputusan Allah untuk menyesatkan manusia tersebut.

Kalau kemudian dilemparkan ‘tuduhan’ : “apakah ini artinya Allah ‘bekerjasama’ dengan Iblis untuk menyesatkan manusia…??” maka ini dibantah oleh ayat Al-Qur’an yang lain, menyatakan bahwa dalam diri manusia diberikan dasar-dasar kehendak bebas dan manusia itu sendirilah yang menentukan pilihan mana yang mesti ditetapkannya :

..maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (ash-Shams 8)

Lalu dilengkapi pernyataan bahwa Allah akan melindungi manusia dari godaan Iblis atau syaitan :
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-A’raaf 200)

Dan katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. (al-Mu’minuun 97)

Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Fussilat 36)

Konsep Islam tentang posisi Allah dalam keselamatan dan kesesatan kita menciptakan suatu pikiran : TIDAK ADA JALAN LAIN BAGI MANUSIA UNTUK MENDAPATKAN KESELAMATAN DAN TERHINDAR DARI KESESATAN KECUALI HANYA MENYANDARKAN DIRI KEPADA ALLAH, dalam Al-Qur’an Allah telah menyatakan melalui suatu ungkapan :


Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (Luqman 22)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar